Konsep Dasar Eliminasi



BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Eliminasi

1. Definisi

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang berupa urine maupun fecal. (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Eliminasi dalah produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh.perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainya (Potter dan Perry, 2006).

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Saluran gastrointestinal bagian atas

Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di lambung dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus (Tarwoto & Wartonah, 2006).

b. Saluran gastrointestinal bagian bawah

Saluran gastrointestinal bagian bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duadenum, jejunum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas cecum, colon, dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berupa chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrien, dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat, dan enzim.

Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dana akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbag menjadi tiga bagian, yaitu : Haustral Shuffing adalah gerakan untuk mencampur chyme untuk membantu absorpsi air, Kontraksi Haustral adalah gerakan gerakan untuk mendorong materi cair dan semi padat sepanjang kolon, Gerakan Peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus (Tarwoto & Wartonah, 2006).

3. Proses Defekasi

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flaktus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Defekasi adalah pengeluaran feses melalui anus secara berkala, yang sebelumnya disimpan di dalam rektum. Usus besar mengeluarkan zat sisa ke arah rektum dengan gerakan peristaltik yang kuat yang disebut gerakan massa, yang terkait dengan reflek gastrokolik dan terjadi setelah makan. Rektum terisi feses, yang pada akhirnya memulai adanya desakan untuk defekasi (Potter dan Perry, 2006).

Tarwoto & Wartonah (2006), mengemukakan bahwa dalam proses defekasi terjadi dua macam reflek, yaitu:

a. Refleks defekasi intrinsik



Reflek ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis sprinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.

b. Reflek defekasi parasimpatis

Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sprinter internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga diperngaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsisteni lembek namun berbentuk (Tarwoto & Wartonah, 2006).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Defekasi

Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), factor-faktor yang mempengaruhi defekasi diantaranya adalah :

a. Usia

Pada usia anak kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun.

b. Diet

Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi defekasi.

c. Intake cairan

Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorpsi cairan yang meningkat.

d. Aktivitas

Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.

e. Fisiologis

Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga menyebabkan diare.

f. Pengobatan

Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi.

g. Gaya hidup

Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.

h. Prosedur diagnostik

Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang ari besar kecuali setelah makan.

i. Penyakit

Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare dan konstipasi.

j. Anestesi dan pembedahan

Anestesi umum dapat mempengaruhi inpuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.

k. Nyeri

Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur os pubis, episiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.

l. Kerusakan sensorik dan motorik

Kerusakan spinal cord dan head injury akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.

5. Masalah-masalah Umum pada Eliminasi Fekal

a. Konstipasi

Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif yang lama, stres psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia.

b. Fecal imfaction

Masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

c. Diare

Keluarnya feses cairan dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu cukup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena stres fisik, obat-obatan, alergi, penyakit kolon dan iritasi intestinal.

d. Inkontinensia fekal

Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas yang melalui spinter anusakibat kerusakan fungsi spinter atau persyarafan di daerah anus. Penyebabnya karena penyakit-penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord, tumor spinter anus eksterna.

e. Kembung

Flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturat, penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek anestesi.

f. Hemorroid

Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan maksimal saat defekasi, kehamilan dan obesitas (Tarwoto & Wartonah, 2006).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Gangguan Pemenuhan Eliminasi Fekal

1. Pengkajian

Pengkajian pada keperawatan pada klien dengan gangguan eliminasi fekal difokuskan pada riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.

a. Riwayat Keperawatan

Pada riwayat keperawatan, hal yang harus dikaji antara lain:

1) Pola defekasi

a) Frekuensi (berapa kali per hari/minggu?)

b) Apakah frekuensi tersebut pernah berubah?

c) Apa penyebabnya?

2) Perilaku defekasi

a) Apakah klien menggunakan laksatif?

b) Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekasi?

3) Deskripsi feses

a) Warna

b) Tekstur

c) Bau

4) Diet

a) Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola defekasi klien?

b) Makanan apa yang biasa klien makan?

c) Makanan apa yang klien hindari/pantang?

d) Apakah klien makan secara teratur?

5) Cairan

Jumlah dan jenis minuman yang dikonsumsi setiap hari

6) Aktivitas

a) Kegiatan sehari-hari (misal olahraga)

b) Kegiatan spesifik yang dilakukan klien (misal penggunaan laksatif, enema, atau kebiasaan mengonsumsi sesuatu sebelum defekasi)

7) Penggunaan medikasi

Apakah klien bergantung pada obat-obatan yang dapat mempengaruhi pola defekasinya?

8) Stres

a) Apakah klien mengalami stres yang berkepanjangan?

b) Koping apa yang klien gunakan dalam menghadapi stres?

c) Bagaimana respon klien terhadap stres? Positif atau negatif?

9) Pembedahan atau penyakit menetap

a) Apakah klien pernah menjalani tindakan bedah yang dapat mengganggu pola defekasinya?

b) Apakah klien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi sistem gastrointestinalnya?

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pada daerah abdomen, rektum, anus, dan feses.

1) Abdomen

Pemeriksaan dilakukan pada posisi telentang, hanya bagian abdomen saja yang tampak.

a) Inspeksi

Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas, adanya distensi atau gerak peristaltik.

b) Auskultasi

Dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas, frekuensi, dan kualitasnya.

c) Perkusi

Lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya distensi berupa cairan, massa, atau udara. Mulailah pada bagian kanan atas dan seterusnya.

d) Palpasi

Lakukan palpasi untuk mengetahui konsistensi abdomen serta adanya nyeri tekan atau massa di permukaan abdomen.

2) Rektum dan Anus

Pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims.

a) Inspeksi

Amati daerah perienal untuk melihat adanya tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, lecet, fistula, konsistensi, hemoroid.

b) Palpasi

Palpasi dinding rektum dan rasakan adanya nodul, massa, nyeri tekan. Tentukan lokasi dan ukurannya.

3) Feses

Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, bau, warna, dan jumlahnya. Amati pula unsur abnormal yang terdapat pada feses.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1) Anoskopi

Dengan cara ini kita dapat melihat hemoroid interna. Penderita dalam posisi litotomi. Anaskopi dengan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Benjolan hemoroid akan menonjol pada ujung anaskop. Bila perlu penderita disuruh mengejan supaya benjolan dapat kelihatan sebesar-besarnya. Pada anaskopi dapat dilihat warna selaput lendir yang merah meradang atau perdarahan, banyaknya benjolan, letaknya dan besarnya benjolan (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2) Proktosigmoideskopi (memeriksa rektum dan bagian usus besar).

Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi (rektum/sigmoid), karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.

3) Rontgen dengan kontras

2. Diagnosis Keperawatan

Menurut NANDA (2012), masalah keperawatan yang bisa muncul untuk gangguan pemenuhan eliminasi fekal meliputi:

a. Diare berhubungan dengan proses infeksi

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidra biologis

c. Resiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui rute normal (misal, diare)

d. Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan aktif

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi

f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat

g. Ansietas

h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan bising

i. DefisiensiPengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan

3. Penetapan Intervensi Keperawatan

Menurut NIC (2012), rencana keperawatan untuk gangguan pemenuhan eliminasi fekal meliputi :

a. Diare berhubungan dengan proses infeksi

NIC: Diarhoe Management

1) Kelola pemeriksaan kultur sensitivitas

2) Evaluasi pengobatan yang berefek samping gastrointestinal

3) Evaluasi jenis intake makanan

4) Monitor kulit sekitar perianal terhadap adanya iritasi dan ulserasi

5) Ajarkan pada keluarga obat anti diare

6) Instruksikan pada klien dan keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi dan konsistensi feses

7) Ajarkan klien teknik pengurangan stress jika perlu

8) Kolaborasi jika tanda dan gejala diare menetap

9) Monitor hasil laboratorium (elektrolit dan leukosit)

10) Monitor turgor kulit, mukosa oral sebagai indikator dehidrasi

11) Konsultasi dengan ahli gizi untuk diit yang tepat

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidra biologis

NIC: pain management

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan

3) Gunakan komunikasi terapetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

6) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti kebisingan

7) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,non farmakologi)

8) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

9) Ajarkan tentang tekhnik non farmakologi

10) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

11) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

12) Tingkatkan istirahat

c. Resiko kekurangan cairan

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2) Pasang kateter urin jika diperlukan

3) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan

4) Monitor hasil laboratorium sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hematokrit, osmolalitas urin, albumin, total protein)

5) Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai 1 jam

6) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, PCWP

7) Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan, cracles, edema, distensi vena leher, asites

8) Kolaborasi pemberian cairan IV

9) Monitor status nutrisi

10) Berikan cairan oral

11) Dorong keluarga untuk membantu klien makan

12) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

13) Berikan diuretik sesuai instruksi

14) Monitor intake dan output urin setiap 8 jam

d. Kekurangan Volume Cairan

NIC: Fluid Management

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2) Pasang kateter urin jika diperlukan

3) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan

4) Monitor hasil laboratorium sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hematokrit, osmolalitas urin, albumin, total protein)

5) Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai 1 jam

6) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, PCWP

7) Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan, cracles, edema, distensi vena leher, asites

8) Kolaborasi pemberian cairan IV

9) Monitor status nutrisi

10) Berikan cairan oral

11) Dorong keluarga untuk membantu klien makan

12) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

13) Berikan diuretik sesuai instruksi

14) Monitor intake dan output urin setiap 8 jam

NIC: Hipovolemia Management

1) Monitor status cairan termasuk intake dan output

2) Pelihara IV line

3) Monitor tingkat Hemoglobin dan Hematokrit

4) Monitor tanda-tanda vital

5) Monitor respon klien terhadap penambahan cairan

6) Monitor berat badan

7) Dorong klien untuk meningkatkan intake oral

8) Monitor adanya tanda dan gejala gagal ginjal

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi

NIC : Pressure management

1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

2) Hindari kerutan pada tempat tidur

3) Mobilisasi pasien ( ubah posisisi pasien)setiap dua jam sekali

4) Monitor kulit adanya kemerahan

5) Oleskan lotion

6) Monitor setatus nutrisi pasien

f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat

NIC : Nutritional Management

1) Kaji adanya alergi makanan

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang di butuhkan pasien

3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5) Berikan makanan yang di pilih

6) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

7) Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering

8) Monitor adanya penurunan berat badan

9) Monitor mual dan muntah

g. Ansietas

NIC : anxiety reduction

1) Gunakan pendekatan yang menenangkan

2) Jelaskan ssemua prosedur dan apa yang di rasakan

3) Pahami persepektif pasien terhadap situasi stress

4) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

5) Dorong keluarga untuk menemani anak

6) Dengarkan dengan penuh perhatian

7) Identifikasi tingkat kecemasan

8) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

9) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan bila perlu

h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan bising

NIC : Peningkatan tidur

1) Jelaskan pentingnya tidur

2) Pantau pola tidur pasien

3) Hindari suara keras dan bising

4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur

5) Anjurkan tidur siang untuk memenuhi kebutuhan tidur

i. Kurang Pengetahuan

NIC: Teaching: Disease Process

1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat

4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

5) Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat

6) Sediakan informasi kepada klien tentang kondisi

7) Hindari jaminan kosong

8) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

9) Dukung klien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion

C. Konsep Dasar Distraksi Relaksasi

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang di sebabkan oleh stimulus tertentu nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual.menstimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang individu (Potter & perry, 2006). Nyeri pada diare karena faktor fisiologis yang di tandai dengan adanya pengaruh dari peningkatan peristaltik, kram abdomen. Jadi dalam kondisi nyeri setelah diare perlu adanya penangan nyeri yaitu dengan cara distraksi relaksasi.

2. Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.dengan distraksi relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri karena distraksi di lakukan untuk mengalihkan nyeri pada hal-hal yang menyenangkan dan relaksasi di lakukan untuk mengendorkan otot-otot yang kram. Misalnya seorang pasien sehabis operasi mungkin tidak merasakan nyeri sewaktu melihat pertandingan sepakbola di televisi. Cara bagaimana distraksi dapat mengurangi nyeri dapat dijelaskan dengan teori “Gate Control”.Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral dihambat oleh stimuli dari serabut-serabut saraf yang lain. Karena pesan-pesan nyeri menjadi lebih lambat dari pada pesan-pesan diversional maka pintu spinal cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien merasa nyerinya berkurang (Potter & perry, 2006).

Beberapa teknik distraksi antara lain: bernafas secara pelan-pelan, massage sambil bernafas pelan-pelan, mendengar lagu sambil menepuk jari atau paha, membayangkan hal yang indah sambil menutup mata.

Jenis Tehnik Distraksi antara lain :

a. Distraksi visual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.

b. Distraksi pendengaran

Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri, 2007).

Menggunakan musik untuk mengontrol nyeri:

1) Pilih musik yang sesuai dengan slera klien

2) Gunakan earphone supya tidak menggangu klieb atau staf yang lain dan membantu klien berkonsentrasi pada musik.

3) Pastikan tombol-tombol control di radio atau pesawat tape mudah di tekan, dimanipulasi dan dibedakan.

4) Minta anggota keluarga untuk membawa pesawat tape dari rumah.

5) Apabila nyeri yang klien rasakan akut, kuatkan volume musik apabila nyeri berkurang, kurangi volume.

6) Apabila tersedia musik latar, pilih jenis musik umum yang sesuai keinginan klien.

7) Minta klien untuk berkonsentrasi pada musik dan mengikuti irama dengan mengetuk-ngetukan jari atau menepuk-nepuk paha.

8) Hindari inerupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan hindari menutup korden.

9) Intruksikan klien untuk tidak menganalisa musik “nikmati musik kemana pun musik membawa anda”

10) Tinggalkan klien sendirian ketika mereka mendengarkan musik (Potter & perry , 2006).

c. Distraksi pernafasan

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.

Bernafas ritmik dan massase, instruksikan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri (Potter & perry, 2006).

d. Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.

e. Tehnik pernafasan

Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang

f. Imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian terhadap nyeri.

3. Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stress. Tekhnik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan saat individu dalam kondisi sehat atau sakit. Teknik relaksasi tersebut merupakan upaya pencegaha untuk membantu tubuh agar segar kembali dan bergenerasi setiap hari dan merupakan alternative untuk menghilangkan nyeri. Relaksasi adalah metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posis yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien anjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan misalnya melintasi atap turun ke dinding, sepanjang jendela. Untuk melestarikan muka, pasien dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor. teknik relaksasi adalah sebagai berikut :

a. Klien mulai latihan bernapas dengan perlahan dan menggunakan diagfragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh terus mengeluarkan napas perlahan-lahan

b. Konsentasi dan tarik napas dalam dan hembuskan perlahan-lahan

c. Merilekskan otot-otot yang tegang.

d. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan betapa nyaman hal tersebut.

e. Pasien bernafas beberapa beberapa kali dengan irama normal (Potter & perry , 2006).

Teknik-teknik ini akan lebih efektif jika dilakukan tepat sebelum tidur. Ada baiknya dilakukan di tempat yang tenang dan nyaman. Berikut beberapa teknik yang bisa Anda coba:

a. Pernafasan perut

Cobalah bernafas dari perut dan fokuskan pikiran Anda ke setiap tarikan nafas Anda. Cara ini bisa membantu agar Anda tetap tenang, baik siang maupun malam hari. Untuk memaksimalkan hasil, Anda bisa mencoba teknik ini dalam ruangan temaram, dengan menutup mata atau mendengarkan musik lembut sambil memusatkan perhatian ke setiap tarikan nafas.

Sambil duduk atau berbaring di tempat tidur, cobalah meletakkan tangan Anda di perut."Saat menarik dan menghembuskan nafas, tangan akan bergerak perlahan. Dengan fokus pada gerakan ini, terang Doner, Anda bisa mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran ke tubuh Anda. Anda bisa menarik dan menempatkan diri pada satu situasi yang berbeda.

b. Gambaran indah

Membayangkan situasi yang membuat Anda rileks merupakan salah satu teknik pilihan. Tidak ada aturan khusus mengenai gambaran yang Anda pilih, yang penting bisa membuat Anda nyaman. Meskipun awan, laut dan gunung merupakan pilihan yang umum digunakan, Anda tetap bisa fokus pada hal-hal lain yang Anda sukai.

“Ada pasien yang suka menggambarkan kantornya, membersihkan dan merapikan semua yang ada di meja kerja sebelum akhirnya tertidur," tenang. Ada juga yang membayangkan sedang meniup balon sabun. Mereka melihat diri mereka memasukkan tongkat kecil ke dalam kotak sabun, memandangi gelembung memenuhi halaman, hingga akhirnya air sabunnya habis."

Pilihlah tempat yang nyaman menurut Anda. Kemudian gunakan imajinasi Anda, gunakan semua indera untuk melihat dan merasakan hal yang Anda bayangkan."Otak kadang-kadang tidak tahu perbedaan antara bayangan dan kenyataan.

1) Meditasi pikiran

Sebelum tidur, cobalah fokus pada setiap aspek dalam hidup Anda. Fokuskan pikiran pada satu permasalah, kemudian cobalah melepaskan pikiran tersebut. Lakukan juga pada pikiran yang lain. Anda akan lebih tenang setelah melepaskan semua beban pikiran yang memenuhi kepala Anda.

Anda bisa mencoba dengan menulis. Sediakan waktu 15 menit dan tuliskan semua pikiran yang ada di kepala. Kemudian gunakan 15 menit berikutnya untuk memikirkan dan menulis langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah Anda, ada baiknya dilakukan di siang hari. Dengan begitu, pikiran Anda akan jauh lebih tenang saat hendak tidur di malam hari.

2) Hitung mundur

Saat berbaring di tempat tidur, mulailah dengan melihat ke atas."Sedikit peregangan mata bisa membuat Anda rileks," terang Doner. Tarik nafas dari perut dan tahan. Saat mengeluarkan nafas, biarkan tubuh dan pikiran Anda rileks. Ulangi satu atau dua kali. Selanjutnya coba bayangkan Anda sedang berjalan dari tangga pesawat dengan menghitung langkah mulai dari 10 atau. Tiap angka menuntun langkah Anda ke anak tangga yang lebih rendah. Hembuskan nafas setiap Anda melangkah turun (Potter & perry , 2006).

0 Response to "Konsep Dasar Eliminasi"

Post a Comment