Diare berhubungan dengan proses infeksi



BAB IV

PEMBAHASAN

A. Diare berhubungan dengan proses infeksi

1. Definisi

Pada tahun 2012, Nanda mengemukakan bahwa diare adalah pasase feses lunak dan tidak berbentuk. Sedangkan Wilkinson (2007) menerangkan bahwa diare adalah feses keluar dengan cepat dan tidak berbentuk.Diagnosa diatas sesuai NANDA 2012, yaitu : Diare berhubungan dengan poses infeksi.

2. Batasan Karakteristik

Diagnosa di atas ditegakan berdasarakan data-data sebagai berikut : BAB cair 4-5 kali dalam sehari,berwarna kehijauan,berlendir, Bising usus hiperaktif, Nyeri perut.

Untuk menegakan diagnosa diatas perlu di tambahkan data-data sebagai berikut : Urgensi, Sedikitnya tiga kali buang air besar cair per hari, Kram, Ada dorongan, Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, Terdapat tanda dan gejala dehidrasi: turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), mata cekung, membran mukosa bibir kering, Demam, Mual dan muntah, Anoreksia, Perubahan tanda vital: nadi dan pernafasan cepat,, Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat (Suriadi dan Yuliani, 2006).

3. Patofisiologis Fokus

Diagnosa diatas disebabkan faktor fisiologis proses infeksi, di tandai dengan data yaitu : Salmonella, E.Coli, shigella akan Masuk mulut melalui akanan/minuman ang terkontaminasi dan masuk ke Lambung, di dalam lam bung terjadi pemrosesan bakteri dengan makanan dan Sebagian dimusnahkan oleh asam lambung dalam lambung Sebagian masuk usus halusLamina propia (saluran limfe), Endotoksin bakteri Merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang Peristaltik meningkat dan terjadi diare (Juwono, 2007).

4. Faktor yang Berhubungan

Diagnosa diatas disebabkan faktor Fisiologis proses infeksi di tandai dengan data yaitu : BAB berwarna kehijauan, dan berlendir.

Untuk menegakan diagnosa di atas perlu di tambahkan data-data sebagai berikut : Monitor hasil laboratorium (elektrolit dan leukosit), Hasil laboratorium darah lengkap, Hasil pemeriksaan spesimen feses, pemeriksaan Endoskopi ( pemeriksaan tau tindakan pengobatan ke dalam saluran pencernaan yang mempergunakan alat teropong endoskop, noskopi (memeriksa anus dan rektum bawah), Proktosigmoideskopi (memeriksa rektum dan bagian usus besar), Lakukan USG abdomen, Evaluasi pengobatan yang berefek samping gastrointestinal, Kontaminan dan toksin pada makanan (Salmonella, E.Coli, shigella) (NANDA, 2012).

B. Resiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui rute normal (missal, Diare )

1. Definisi

Menurut NANDA (2012), menyebutkan bahwa resiko kekurangan volume cairan adalah sebagai suatu keadaan beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler, atau intra seluler.Diagnosa di atas sesui dengan NANDA 2012 yaitu Resiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui rute normal (missal, Diare).

2. Faktor Resiko

Diagnosa di atas ditegakan berdasarakan data-data sebagai berikut : Klien mengatakan mual dan muntah jika minum dan makan, BAB cair 3 kali, Badan terasa lemas, Keaadaan umum lemah, Klien tampak pucat, Mukosa bibir kering.

Untuk menegakan diagnosa di atas perlu di tambahkan data sebagai berikut : Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan, Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan, Penyimpangan yang mempengaruhi absorpsi cairan, Kehilangan berlebihan melalui rute normal (misal, diare), Usia lanjut, Berat badan ekstrem, Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (misal, status hipermetabolik), Kehilangan cairan melalui rute abnormal (misal, slang menetap), Medikasi (misal, diuretik), Pasien makan dan minum dapat menghabis jatah dari rumah sakit, CRT > 2 detik (NANDA, 2012).

3. Patofisiologi fokus

Diagnosa diatas disebabkan faktor Kehilangan berlebihan melalui rute normal (misal, diare), di tandai dengan data yakni : Salmonella, E.Coli, shigella Masuk melalui makanan/minuman terkontaminasi Lambung Sebagian besar dimusnahkan asam lambung Asam lambung meningkat Mual, muntah dan Masukan cairan inadekuat sehingga menimbulkan Resiko kekurangan volume cairan (Suriadi &Yuliani, 2006).

4. Faktor yang Berhubungan

Diagnosa diatas disebabkan factor kehilangan berlebihan melalui rute normal (missal, Diare ) di tandai dengan data yaitu : mual muntah, porsi makan tidak habis hanya 3 sendok,mukosa bibir kering, BAB cair sebanyak 4 kali dalam sehari.

Untuk menegakan diagnosa di atas perlu di tambahkan data-data sebagai berikut : Pertahankan catatan intake dan output yang akurat, Pasang kateter urin jika diperlukan, Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan, Monitor hasil laboratorium sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hematokrit, osmolalitas urin, albumin, total protein), Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai 1 jam, Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP, Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan, cracles, edema, distensi vena leher, asites, Kolaborasi pemberian cairan IV, Monitor status nutrisi, Berikan cairan oral, Dorong keluarga untuk membantu klien makan, Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk, Berikan diuretik sesuai instruksi, Monitor intake dan output urin setiap 8 jam.menurt (Wilkinson, 2007).
C. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan

1. Definisi

Menurut NANDA (2012), defisit pengetahuan adalah sebagai ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Sedangkan Wilkinson (2007) menyebutkan bahwa defisit pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya informasi pengetahuan tentang topik yang spesifik. Diagnosa di atas sesuai dengan NANDA 2012 yaitu defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan.

2. Batasan Karakteristik

Diagnosa di atas ditegakan berdasarkan data-data sebagai berikut : Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, Klien tampak bertanya-tanya kepada perawat.

Untuk menegakan diagnosa di atas perlu di tambahkan data sebagai berikut : Perilaku hiperbola, Ketidakakuratan mengikuti perintah, Ketidakakuratan performa uji, Perilaku tidak tepat (misal, histeria, bermusuhan, agitasi, apatis), Pengungkapan masalah (NANDA, 2012).

3. Patofisiologis Fokus

Diagnosa diatas disebabkan faktor kurang pajanan ditandai dengan data yakni : Bakteri Salmonella, E.Coli, shigella Masuk melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi ke Lambung Sebagian besar dimusnahkan oleh asam lambung di dalam lambung dan sebagian masuk ke usus halus maka menimbulkan Diare,dari hal tersebut klien Kurang pengetahuan (Juwono, 2007).

4. Faktor yang Berhubungan

Diagnosa diatas disebabkan faktor kurang pajanan di tandai dengan data sebagai berikut : Klien tidak tahu tentang penyakitnya, Klien bertanya-tanya kepda perawat.

Untuk menegakan diagnosa di atas perlu di tambahkan data sebagai berikut : Salah interpretasi informasi, Kurang minat dalam belajar, Kurang dapat mengingat, Kurang mendengarkan berita, Tidak familiar dengan sumber informasi, pasien kurang bergaul bersama teman yang lebih senior, kram abdomen, nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit (NANDA, 2012).
D. Diagnosa yang perlu di tambahkan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

a. Definisi

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupayang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau di prediksi dan berlangsung < 6 bulan.Diagnosa di atas sesuai NANDA (2012) yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

b. Batasan karakteristik

Diagnosa di atas ditegakan berdasarkan pengkajian dan di dapatkan data-data sebagai berikut : Nyeri perut, Seperti di tusuk-tusuk, Skala nyeri 4, Nyeri di seluruh tubuh, Nyeri Terasa semakin kuat jika untuk bergerak.

Untuk menegakan diagnosa di atas perlu di tambahkan data-data sebagai berikut : perubahan selera makan, Durasi nyeri, Perubahan selera makan, Perubahan tekanan darah, Perubahan frekuensi jantung dan pernapasan, Perilaku distraksi (mis,berjalan mondar mandir dan atau aktivitas lain,aktivitas yang berulang), Laporan isyarat, Mengekpresikan perilaku (missal gelisah, merengek, menangis), Masker wajah (meringis), Sikap melindungi area nyeri, Perubahan posisi untuk menghindari nyeri, Melaporkan nyeri secara verbal, Fokus pada diri sendiri, Gangguan tidur (NANDA, 2012).

Perubahan selera makan, perubahan TTV, mengalami gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, menyeringai, melaporkan nyeri secara isyarat atau verbal, gerakan menghindari nyeri, posisi menghindari nyeri, perubahan autonomic dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak berenergi sampai kaku), respon-respon autonomic (tekanan darah, pernafasan, perubahan nadi, dilatasi pupil), perilaku distraksi (mondar-mandir, mencari orang/ aktivitas lain, aktivitas berulang), perilaku ekspresif (kegelisahan, merintih, menangis, kewaspadaan berlebih, peka terhadap rangsang, menarik nafas panjang), wajah topeng, perilaku menjaga atau melindungi, focus menyempit (perubahan pada persepsi waktu, perubahan proses pikir, pengurangan interaksi dengan orang lain/ lingkungan), pucat, menarik diri (Wilkinson, 2007).

c. Patofisiologis Fokus

Diagnosa diatas disebabkan faktor agen cidera biologis , di tandai dengan data yaitu : Salmonella, E.Coli, shigella Masuk melalui makanan/minuman terkontaminasi Lambung Sebagian besar dimusnahkan asam lambung Asam lambung meningkat Mual, muntah,adanya pengaruh meningkatnya peristaltic dan kram abdomen, dan sehingga menimbulkan nyeri (Suprijadi, 2004).

d. Faktor yang Berhubungan

Diagnosa diatas disebabkan faktor agen cidera biologis di tandai dengan data sebagai berikut : Nyeri perut, Seperti di tusuk-tusuk, Skala nyeri 4, Nyeri di seluruh tubuh, Nyeri Terasa semakin kuat jika untuk bergerak.

Untuk menegakan diagnosa di atas perlu di tambahkan data sebagai berikut : adanya bakteri atau toksin salmonella, shigella, arcaris, tidak nafsu makan, Kelembaban pada anus, Iritasi pada anus, Laporan isyarat, Mengekpresikan perilaku (misal gelisah, merengek, menangis), adanya peningkatan peristaltic, kram abdomen (NANDA 2012).

E. Implementasi

1. Diare Berhubungan dengan Proses Infeksi

Untuk menegakan diagnosa diatas telah dilakukan tindakan sebagai berikut : Mengobservasi keadaan umum klien(keadaan umum lemah, composmentis), nyeri perut, Mengkaji riwayat diare klien (diare 2 sebelum masuk rumah sakit cair 6 kali berlendir, dan berwarna kehijauan), Mengidentifikasi penyebab diare, Menginstruksikan kepada klien/keluarga untuk melaporkan warna, volume, frekuensi, dan konsistensi dari BAB, Memberikan injeksi sesuai anjuran dokter (ranitidine 50mg,ondancentron 10mg,ceftriaxon 1gr), Memonitor TTV (tekanan darah 120/80 mmHg,nadi 120 x/menit,suhu 36,5 0C, Memonitor asupan nutrisi, Memotivasi klien untuk makan sedikit tapi sering, Memberikan terapi oral (diaporem), Memonitor tanda dan gejala diare, Mengobservasi turgor kulit secara teratur, Mengkaji nyeri perut, Melakukan distraksi relaksasi untuk mengurangi nyeri perut, Mengambil hasil laboratorium (darah lengkap), menginstruksikan kepada klien/keluarga untuk memakan makanan rendah serat tinggi protein dan tinggi kalori, Menganjurkan klien untuk istirahat.

Untuk mengatasi diagnosa di atas perlu di tambahkan data-data sebagai berikut : Mengukur output/defekasi, Monitor hasil laboratorium (elektrolit dan leukosit), Hasil laboratorium darah lengkap, Melakukan pemeriksaan spesimen feses, Pemeriksaan darah samar di feses, Anoskopi (memeriksa anus dan rektum bawah ), Proktosigmoideskopi (memeriksa rektum dan bagian usus besar), Lakukan Usg abdomen, Evaluasi pengobatan yang berefek samping gastrointestinal, Endoskopi (memungkinkan visualisasi esofagus, lambung dan duodenum, menginspeksi adanya tumor, perubahan vaskuler, inflamasi mukosa,ulkus, hernia, dan obstruksi) (Wilkinson, 2007).

Cek kulit bagian perineal dan jaga dari gangguan integritas (frekuensi BAB yangmeningkat menyebabkan iritasi kulit sekitar anus), Tingkatkan kebersihan (cuci tangan sebelum dan sesudah makan),cuci dan keringkan bagian anus setelah BAB untuk menjaga agar tidak lembab, monitor/kaji kembali konsistensi (warna, bau feses, pergerakan usus, cek berat badan), monitor dan cek elektrolit, intake dan output cairan, berikan anti diare (diaporem) dan anti biotik ceftriaxon 1 gr, kolaborasi dengan ahli diet tentang diet rendah serat dan lunak (menurunkan stimulasi bowel), hindari stress dan lakukan istirahat cukup (stress meningkatkan stimulasi bowel) (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui rute normal (misal, Diare)

Untuk menegakan diagnosa diatas telah dilakukan tindakan sebagai berikut : Mengobservasi keadaan umum klien, Memonitor tetesan infuse (RL 20 tpm). Memonitor asupan nutrisi, Melakukan TTV, Memberikan injeksi sesuai anjuran dokter (ranitidine 50 mg, ondancentron 10 mg, ceftriaxon 1 gr), Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat, Memonitor hasil laboratorium, Memberikan cairan oral (diaform), Mendorong kepada klien/keluarga untuk meningkatkan intake oral.

Untuk mengatasi diagnosa di atas perlu di tambahkan data-data sebagai berikut : Monitor intake dan output urin setiap 8 jam, Pasang kateter urin jika diperlukan, Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan, Monitor hasil laboratorium sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hematokrit, osmolalitas urin, albumin, total protein), Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai 1 jam, Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP, Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan, cracles, edema, Monitor status nutrisi, Dorong keluarga untuk membantu klien makan, Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk, Berikan diuretik sesuai instruksi (Wilkinson, 2007).

Ukur dan catat setiap 4 jam (intake dan output cairan, warna muntahan, urin, dan feses, monitor turgor kulit, monitor infuse RL 20 tpm, berat badan), berikan makan dan cairan rendah serat dan lunak, berikan pengobatanseperti diare dan anti muntah, berikan dukungan verbal dalam pemberian cairan, lakukan kebersihan mulut sebelum makan (Tarwoto & Wartonah, 2006).

3. Defisiensi Pengetahuan Berhubungan dengan Kurang Pajanan

Untuk menegakan diagnosa diatas telah dilakukan tindakan sebagai berikut : Mngobservasi keadaan umum klien, Memonitor tetesan infuse (RL 20 tpm), Melakaukan TTV, Memberikan injeksi sesuai anjuran dokter (ranitidine 50 mg, ondancentron 10 mg, ceftriaxon 1 gr), Memonitor asupan nutrisi, Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga, Menjelaskan tentang pengertian penyakit, Menjelaskan tentang patofisiologi penyakit, Menggambarkan tanda dan gejala penyakit, Menjelaskan cara pencegahan penyakit, Menjelaskan cara penanganan terhadap penyakit, Menyediakan informasi, Menghindari harapan kosong, Memberikan pendidikan kesehatan tentang diare (Wilkinson, 2007).

Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap penyakit, tentukan kemampuan klien untuk mempelajari informasi khusus (tingkat perkembangan, status psikologis, nyeri, keletihan), tentukan motivasi klien untuk mempelajari informasi-informasi yang khusus, berikan informasi dari sumber-sumber komunitas yang dapat menolong klien dalam mempertahankan program penanganannya (Tarwoto & Wartonah, 2006).

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

Berdasarkan pengkajian di dapatkan data-data sebagai berikut : Mengobservasi keadaan umum klien, Memonitor tetesan infus (RL 20 tpm), Melakukan TTV (tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 108 x/menit, suhu 36.5 0 C), Memberikan injeksi sesuai anjuran dokter (ranitidine 50 mg, ondancentron 10 mg, ceftriaxon 1 gr), Memonitor asupan nutrisi, Mengkaji nyeri secara komprehensif yaitu PQRST, Nyeri perut, Seperti di tusuk-tusuk, Skala nyeri 4, Nyeri di seluruh tubuh, Nyeri Terasa semakin kuat jika untuk bergerak durasi 5 menit, Melakukan distraksi relaksasi untuk mengurangi nyeri.

Sehingga diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis seharusnya di tegakan sebagai masalah keperawatan dan di lakukan tindakan sebagai berikut : Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, Gunakan komunikasi terapetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri, Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti kebisingan, kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, evaluasi keefektifan kontrol nyeri (Wilkinson, 2007).

Makan setiap 3 jam dalam porsi sedang atau kecil namun sering, instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurang nyeri tidak tercapai, informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan saran koping, berikan informasi tentang nyeri, ajarkan teknik nonfarmakologis (kompres hangat/ dingin, masase,distraksi relaksasi), laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu, hadir didekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman (Tarwoto & Wartonah, 2006).

F. Analisis Tindakan

Nyeri mungkin sekali disebabkan oleh sakit yang dirasakannya, tetapi kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi system kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Teknik relaksasi dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.

Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada individu. Nyeri merupakan sumber frustasi, baik klien maupun tenaga kesehatan (Potter dan Perry, 2006).

Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Mengkombinasikan teknik non-farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri (Smeltzer and Bare, 2002).

Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat–obatan, tindakan tesebut mugkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Adapun cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah stimulasi dan masase kutaneus yaitu bertujuan untuk menstimulasi serabut-serabut yang menstranmisikan sensasi-sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi implus nyeri. Sedangkan masase adalah stimulasi tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot (Smeltzer and Bare, 2002).

Terapi es dan panas menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan (Smeltzer and Bare, 2002).

Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi system kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Teknik relaksasi dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri (Smeltzer and Bare, 2002).

Ada banyak bukti bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri punggung. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri non invasife lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien jadi terampil menggunakannya (Smeltzer and Bare, 2002). Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer and Bare, 2002).

Beberapa penelitian, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca-operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif. Teknik tersebut tidak mungkin dipraktikkan bila hanya diajarkan sekali, segera sebelum operasi. Pasien yang sudah mengetahui tentang teknik relaksasi mungkin hanya perlu diingatkan untuk menggunakan teknik tersebut untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri (Smeltzer and Bare, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan responden mengalami nyeri yang berbeda-beda mulai dari sebelum operasi peneliti mengkaji respon nyeri pasien dengan pengalaman nyeri yang berbeda. Setelah dilakukan teknik distraksi relaksasi pasien diambil skala nyeri dan hasilnya kebanyakan dari mereka menyatakan nyeri berkurang, tetapi ada juga dari responden menyatakan nyeri masih menetap.



0 Response to " Diare berhubungan dengan proses infeksi"

Post a Comment