PENDAHULUAN




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), proses eliminasi tidaklah lepas dari yang namanya masalah atau gangguan. Masalah yang umum terjadi pada eliminasi urin yaitu inkontinensia, retensi, oliguri, nokturia, proteinuria dan sebagainya. Sedangkan masalah yang umum terjadi pada eliminasi fekal yaitu konstipasi, fekal imfaction, inkontinensia fekal, kembung, hemorroid, dan diare. Dari berbagai masalah pada eliminasi yang paling sering muncul adalah diare.
Eliminasi dalah produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainya (Potter dan Perry, 2006).
Eliminasi merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh, eliminasi urin secara normal bergantung pada pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandngan produk sampah di dalam urin. Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran sampah yang melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan penyingkiran, penyisihan dalam bidang kesehatan. Eliminasi adalah proses pembuanagan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia diglongkan menjadi 2 macam, yaitu: buang air besar atau defekasi adalah satu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah padat yang berasal dari sistem pencernaan. Miksi atau buang air kecil adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi (Irianto, 2004).


Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan/tanpa darah dan lendir dalam tinja dengan temperatur rektal di atas 38 0C, kolik dan muntah-muntah. Diare merupakan keadaan abnormal dari proses eliminasi manusia yang bisa disebabkan karena proses infeksi saluran pencernaan oleh bakteri, virus, parasit ataupun mikroba lainnya.

Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak terbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorsi, dan sekresi di dalam GI.isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga absorsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung.iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir.akibatnya , feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu mengontrol keinginan untuk defekasi. (Potter dan Perry, 2006).



Data WHO menyatakan bahwa diare adalah penyebab kematian balita nomor satu di dunia. UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada anak meninggal karena diare. Sedangkan di Indonesia, diare juga merupakan penyebab utama kematian bayi dan anak balita (anak usia 1 bulan sampai < 5 tahun) (WHO, 2005).


Berdasarkn hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2007) yang dilakukan oleh Kemenkes Badan Litbangkes pada tahun 2007, penyakit diare menjadi penyebab utama kematian bayi (31,4 %) dan anak balita (25,2 %). Diare dapat membunuh anak-anak karena diare sering menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) tingkat berat. Kondisi dehidrasi berat pada anak seringkali tidak diketahui atau tidak disadari orang tua sehingga orang tua “kecolongan” dan mendapati anaknya sudah dalam kondisi kritis. Dehidrasi akibat diare dapat dicegah dengan terapi rehidrasi oral (ORT) memakai oralit (Depkes RI, 2007).


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007 telah mengeluarkan data diare melalui Riskesdas, menyatakan bahwa diare masih menempati urutan pertama penyebab kematian pada umur 29 hari sampai 4 tahun dengan angka kejadian 31,4 % pada usia 29 hari sampai 11 bulan, sedangkan pada usia 1 sampai tahun pada angka 25,2 % (Depkes RI, 2007).


Di Indonesia pada tahun 2006 Jumlah penderita diare berjumlah 4.261.493 penderita. menjadi 3.456.123 penderita. Pada tahun 2007 mengalami penurunan. Kembali meningkat pada tahun 2008 menjadi 4.844.230 penderita. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah penderita diare berjumlah 4.422.427 penderita (Depkes RI, 2010).


Kejadian luar biasa (KLB) diare pada tahun 2005 di Indonesia terjadi di 53 lokasi yang tersebar di 31 kabupaten/kota di 11 provinsi. Tahun 2006 KLB diare terjadi di 119 lokasi yang tersebar di 82 kabupaten/kota di 18 provinsi. Tahun 2007 KLB diare terjadi di 48 lokasi yang tersebar di 34 kabupaten/kota di 9 provinsi. Tahun 2008 KLB diare terjadi di 74 lokasi yang tersebar di 47 kabupaten/kota di 15 provinsi. Tahun 2009 angka KLB diare terjadi di 22 kabupaten/kota di 14 provinsi. Sedangkan pada tahun 2010 KLB diare terjadi di 24 lokasi yang tersebar di 14 provinsi (Depkes RI, 2010).
CFR (Case Fatality Rate) Angka kematian diare di Indonesia dihitung berdasarkan jumlah penderita diare yang meninggal dunia pada saat terjadinya KLB diare yaitu, pada tahun 2005 jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 5.746 penderita dengan jumlah kematian 140 orang (CFR: 2,44 %). Pada tahun 2006 jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 13.451 penderita dengan jumlah kematian 291 orang. pada tahun 2007 jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 3.659 penderita dengan jumlah kematian 69 orang (CFR: 2,16 %). Pada tahun 2008 jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 8.133 penderita dengan jumlah kematian 239 orang (CFR: 2,94 %). Pada tahun 2009 jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 5.756 penderita dengan jumlah kematian 100 orang (CFR: 1,74 %). Sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderita pada saat terjadi KLB diare sebanyak 4.204 penderita dengan jumlah kematian 73 orang (CFR: 1,74 %) (Depkes RI, 2010).


Mengingat tingginya angka kesakitan diare dan angka kematian diare dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan tindakan pencegahan yang efektif. Pencegahan yang dilakukan diharapkan mampu menekan angka kematian dan angka kesakitan diare. Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri pada diare salah satunya adalah dengan distraksi relaksasi sebagai pengganti farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri setelah Diare.


Dalam kondisi normal,kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri namun, pada sejumlah kondisi Diare dapat menimbulkan nyeri karena kram ebdomen salah satu penyebabnya, dan juga termasuk kondisi hemoroid, bedah rektum, fistula rektum, bedah abdomen, dan melahirkan anak dapat meyebabkan nyeri ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien sering kali mensupresi keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi dan diare merupakan masalah pada klien yanga merasa nyeri selama defekasi (Potter dan perry, 2006).


Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang di sebabkan oeleh stimulus tertentu nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual.nstimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang individu (Potter dan perry, 2006).


Jadi diare merupakan masalah pada klien yang merasa nyeri selama defekasi maka perlu adanya penanganan secara umum dan khusus, untuk penanganan khusus yaitu dengan cara farmakologi dan, Jaga hidrasi dengan elektrolit yang seimbang. Ini merupakan cara paling sesuai di kebanyakan kasus diare, bahkan disentri. Mengkonsumsi sejumlah besar air yang tidak diseimbangi dengan elektrolit yang dapat dimakan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit yang berbahaya dan dalam beberapa kasus yang langka dapat berakibat fatal (keracunan air), Mencoba makan lebih sering tapi dengan porsi yang lebih sedikit, frekuensi teratur, dan jangan makan atau minum terlalu cepat. Cairan intravenous: kadangkala, terutama pada anak-anak, dehidrasi dapat mengancam jiwa dan cairan intravenous mungkin dibutuhkan. Terapi rehidrasi oral dengan meminum solusi gula/garam, yang dapat diserap oleh tubuh, Menjaga kebersihan dan isolasi yaitu kebersihan tubuh merupakan faktor utama dalam membatasi penyebaran penyakit.


Sedangkan secara khusus Penanganan diare juga penulis lakungan dengan cara distraksi relaksasi sebagai pengganti obat farmakologi untuk mengurangi nyeri setelah Diare. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien. Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi nyeri. Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial sehingga akan menyebabkan kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang disebut nosisepsion. Nosisepsion merupakan langkah awal proses nyeri. Respon neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang normal (Sudoyo, 2006).


Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve Stimulation), biofeedack, plasebo dan distraksi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah 2 persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005).


Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk menghilangkan nyeri tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa. Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam manejemen nyeri. Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi (Sjamsuhidajat, 2005)


Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri nyeri (Potter & Perry, 2006).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan ini adalah agar dapat memberikan tekhnik penanganan nyeri dan gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan pada Nn. P dengan masalah keperawatan Pemenuhan kebutuhan eliminasi.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian pada Nn. P dengan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi.

b. Mendiskripsikan diagnosis keperawatan pada Nn. P dengan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi.

c. Mendiskripsikan rencana keperawatan pada Nn. P dengan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi.
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada Nn. P dengan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi.
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada Nn. P dengan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi.

C. Manfaat Penulisan
a. Manfat Bagi Pasien dan keluarga
Klien mendapat informasi dan ilmu perawatan setelah di implementasikan kepada pasien dan keluarga, dan juga bisa dipergunakan kelak.
b. Manfat Bagi Rumah Sakit
Penulis berharap agar pihak Rumah Sakit mau meningkatkan pengetahuan dalam perawatan klien melalui pelatihan khusus lapangan dengan mengikuti seminar kegiatan, sehingga mampu melakukan asuhan keperawatansecara komprehensif.
c. Manfat Bagi Stikes Muhammadiyah Gombong
Lebih mempersiapkan mahasiswa sebelum praktek dilapangan sehingga mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif.




0 Response to "PENDAHULUAN"

Post a Comment